Juni yang Rawan: 35 Bencana Terjadi di Kota Bogor, Longsor Mendominasi

Kota Bogor kembali diterpa cuaca ekstrem sepanjang Juni 2024. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor mencatat 35 kejadian bencana dalam satu bulan terakhir, dengan tanah longsor menjadi bencana paling dominan. Tingginya curah hujan dan pembangunan di daerah rawan disebut sebagai penyebab utama meningkatnya risiko bencana.

Petugas BPBD Kota Bogor mengevakuasi material longsor yang menimpa pemukiman warga pada Juni 2024. Longsor menjadi bencana paling dominan bulan itu. (sumber foto)

Memasuki musim hujan di pertengahan tahun, Kota Bogor kembali harus berhadapan dengan realitas sebagai wilayah yang rentan terhadap bencana alam. Selama bulan Juni 2024, tercatat sebanyak 35 kejadian bencana terjadi di kota ini. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor menunjukkan bahwa tanah longsor menjadi jenis bencana yang paling sering terjadi, mengalahkan insiden lain seperti pohon tumbang, banjir lokal, dan kebakaran permukiman.

Dari total kejadian tersebut, sebanyak 18 di antaranya merupakan tanah longsor, disusul oleh 9 kasus pohon tumbang. Sisanya adalah bencana lain yang juga berdampak pada kehidupan warga. Peristiwa-peristiwa ini tersebar di beberapa kecamatan seperti Bogor Selatan, Tanah Sareal, dan Bogor Timur — wilayah yang memang memiliki kontur tanah curam dan banyak dihuni penduduk.

Curah hujan yang cukup tinggi sepanjang Juni diduga menjadi pemicu utama terjadinya longsor. Kondisi tanah yang lembek dan sarat air membuat lereng mudah tergerus. Tak hanya faktor alam, pembangunan di lereng-lereng tanpa mempertimbangkan aspek keamanan juga turut memperparah risiko. Banyak kawasan yang mengalami longsor merupakan permukiman baru yang berdiri tanpa perencanaan tata ruang yang matang.

Kepala Pelaksana BPBD Kota Bogor menjelaskan bahwa kesiapsiagaan warga menjadi kunci penting dalam meminimalisir risiko. “Kami terus mengedukasi masyarakat, terutama mereka yang tinggal di wilayah rawan, agar bisa mengenali tanda-tanda awal longsor dan memahami cara melakukan evakuasi yang cepat,” ungkapnya dalam keterangannya.

Selama satu bulan tersebut, tim dari BPBD dibantu oleh petugas gabungan seperti Tagana dan Dinas PUPR bergerak cepat menangani berbagai bencana. Mereka melakukan pembersihan material longsor, pemotongan pohon tumbang, dan mendampingi warga yang terdampak. Meski tak ada korban jiwa, setidaknya 15 rumah mengalami kerusakan dan beberapa keluarga terpaksa mengungsi untuk sementara waktu.

Pemerintah Kota Bogor juga mulai melakukan sejumlah langkah untuk mengurangi risiko serupa di masa depan. Salah satunya adalah pembangunan tembok penahan tanah di titik-titik rawan longsor. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi seperti pemetaan digital berbasis GIS (Geographic Information System) sedang dikembangkan agar masyarakat dapat mengetahui daerah-daerah yang rawan bencana.

Di sisi lain, sistem drainase di Kota Bogor masih menjadi tantangan tersendiri. Beberapa titik banjir menunjukkan bahwa saluran air belum berfungsi optimal. Tersumbatnya drainase akibat sampah dan sedimentasi turut memperburuk kondisi ketika hujan deras turun. Pemkot berencana melakukan pembenahan drainase secara bertahap, dimulai dari kawasan yang paling sering terdampak.

Kebakaran permukiman yang tercatat dalam bulan yang sama sebagian besar dipicu oleh korsleting listrik. Hal ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran warga akan pentingnya sistem kelistrikan yang aman dan sesuai standar. BPBD juga mengimbau warga untuk secara rutin memeriksa instalasi listrik dan tidak menggunakan kabel atau peralatan yang sudah usang.

Merespons banyaknya kejadian yang terjadi dalam waktu relatif singkat, BPBD Kota Bogor mengajak seluruh masyarakat untuk lebih waspada, terutama mereka yang tinggal di lereng curam atau dekat aliran sungai. Warga diminta segera melapor jika menemukan gejala-gejala seperti retakan tanah, suara gemuruh, atau pohon yang mulai miring. Selain itu, disarankan pula untuk menyiapkan perlengkapan darurat di rumah masing-masing, seperti senter, makanan tahan lama, dan dokumen penting dalam satu tas siaga.

Bogor memang dikenal sebagai kota dengan curah hujan tinggi, ditambah kondisi geografis yang berbukit. Namun, dengan kolaborasi antara pemerintah, warga, dan pemangku kepentingan lainnya, risiko bencana bisa ditekan dan dampaknya diminimalkan. Juni 2024 menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan adalah investasi penting demi keselamatan bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulang Tahun Kota Bogor Mengenang Warisan Pajajaran dan Sejarahnya

Cuaca Cerah Di Kota Bogor Setelah Diguyur Hujan Deras

Bogor 543 Tahun: Menjaga Warisan, Menyongsong Masa Depan